Rabu, 02 September 2015

Mengenal Budaya, Makanan dan Ciri Khas Kota Blitar

Budaya

Setiap daerah pasti memiliki kebudayaan tersendiri, misalnya kebudayaan yang ada di Blitar. Seperti berikut :

1.  Gong kiai pradah



  Saat kita berkunjung ke Kabupaten Blitar, selain makam Sang Proklamator, Bung Karno kita juga diingatkan dengan adanya Kyai Pradah. Apakah sebenarnya Kyai Pradah itu? Konon pada saat penobatan tahta Kerajaan Kartasura Sri Susuhunan Pakubuwono I, beliau mempunyai saudara dari selirayahnya bernama Pangeran Prabu. Ketika Sri Susuhunan Pabubuwono I dinobatkan sebagai raja, Pangeran Prabu merasa sakit hati dan ia berniat membunuh Sri Susuhunan Pabubuwono I, namun upayanya ketahuan, maka sebagai hukuman atas kesalahannya itu Pangeran Prabu ditugasi menebang kayu di hutan Lodoyo. Ketika itu hutan Lodoyo dikenal sangat wingit (angker) dan banyak dihuni binatang buas. Karena Pangeran Prabu merasa salah, untuk menebus kesalahannya beliau berangkat ke hutan Lodoyo dan diikuti istrinya Putri Wandansari dan abdinya Ki Amat Tariman dengan membawa pusaka bendhe yang diberi nama Kyai Bicak, yang akan digunakan sebagai tumbal ‘penolak bala’ di hutan Lodoyo.
   
Kemegahan istana ditinggalkan mereka keluar masuk hutan, naik turun gunung, menyusuri lembah ngarai hingga akhirnya tiba di kawasan Lodoyo yang masih merupakan hutan belantara yang sangat angker. Pengembaraan jauh itu mereka lakukan dengan penuh ketabahan, karena mereka percaya tidak akan menghadapi marabahaya selama mereka membawa pusaka bendhe Kyai Bicak. Sementara untuk menenangkan hati, Pangeran Prabu melakukan nepi (menyendiri) di hutan Lodoyo dan bendhe Kyai Bicak dan abdi setianya Ki Amat Tariman dititipkan kepada Nyi rondho Patrasuta, beliau meninggalkan pesan bahwa setiap tanggal 12 Mulud dan tanggal 1 Sawal supaya bendhe tersebut disucikan dengan cara disirami atau dijamasi air bunga setaman dan air bekas jamasan tersebut bisa untuk mengobati orang sakit dan sebagai sarana ketentraman hidup.
  
  Pada suatu ketika Ki Amat Tariman sangat rindu kepada Pangeran Prabu ia kemudian berjalan-jalan di hutan, tetapi ia tersesat dan kebingungan, karena bingungnya Ki Amat Tariman memukul bendhe Kyai Bicak 7 kali, suara Kyai Bicak menimbulkan keajaiban ketika itu yang datang bukan rombongan Pangeran Prabu tetapi harimau besar-besar dan anehnya mereka tidak menyerang atau mengganggu tetapi justru menjaga keberadaan Ki Amat Tariman, dan sejak itu bendhe Kyai Bicak diberi nama Gong Kyai Pradah yang artinya harimau.
Upacara adat Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah merupakan salah satu bentuk budaya lokal di Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Tradisi ini sampai sekarang masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya, yaitu setahun dua kali di Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Hal ini karena masyarakat pendukungnya percaya bahwa tradisi ini masih bermanfaat dalam kehidupannya.
  
  Pelaksanaan upacara adat siraman pusaka tersebut merupakan bentuk pemeliharaan secara tradisional benda peninggalan nenek moyang yang berupa Gong bernama Kyai Pradah, sehingga dengan pemeliharaan ini pusaka Gong Kyai Pradah akan tetap lestari.
Tradisi Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah dapat menambah rasa persatuan dan kegotongroyongan antar warga Lodoyo. Selain itu pelaksanaan tradisi tersebut juga dapat menambah pendapatan masyarakat setempat. Kegiatan ini menjadi salah satu aset wisata budaya di Lodoyo khususnya dan di Kabupaten Blitar pada umumnya.

  Upacara adat siraman pusaka Gong Kyai Pradah banyak mengandung nilai-nilai budaya luhur warisan nenek moyang, oleh karena itu sebaiknya tradisi tersebut tetap dilestarikan dan diinternalisasikan kepada generasi muda supaya mereka tidak lepas dari akar budayanya.
Waktu pelaksanaan tradisi siraman pusaka Gong Kyai Pradah setahun dua kali, berdasarkan perhitungan kalender Jawa yaitu setiap tanggal 12 Mulud dan tanggal 1 Sawal. Penentuan tanggal pelaksanaan tersebut berdasarkan pesan dari Pangeran Prabu yang diwariskan secara turun-temurun kepada generasi penerusnya.



2. Wisata Budaya Larung Sesaji



Ratusan warga Blitar kemarin memperingati 1 syuro di Pantai Serang Blitar Selatan. Peringatan 1 syuro ini ditandai dengan bentuk larung sesaji di tengah laut sebagai wujud rasa syukur atas karunia alam, sekaligus sebagai doa tolak balak terhadap bahaya yang mengancam.
Ritual larung sesaji ini dimulai dari Kantor Balai Desa Serang, Kecamatan Panggung Rejo, Kabupaten Blitar. Dalam upacara adat ini berbagai sesaji dibawa warga sebagai kelengkapan ritual yang setiap tahun dilakukan. Selain tumpeng raksasa lengkap dengan lauk pauk beserta kepala lembu, berbagai hasil bumi turut dilarung. Setelah diberi doa oleh sesepuh desa, kemudian tumpeng dan berbagai hasil bumi ini tandu dan arak warga menuju ke pinggir laut.
Selanjutnya sesaji ini diletakan di atas perahu untuk dilarung ke tengah lautan. Acara ritual larung sesaji, tak pelak menjadi tontonan warga yang datang tidak hanya dari Blitar saja, namun dari kota-kota di sekitar Blitar. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kab.Blitar, Ahmad Husen, upacara adat ini selain bertujuan untuk memperingati bulan syuro atau bulan muharram, juga sebagai wujud rasa syukur nelayan atas melimpahnya tangkapan ikan dan sebagai doa tolak balak agar nelayan terhindar dari segala bahaya.
Selain untuk memperingati bulan syuro atau bulan muharram, tradisi ini juga untuk melestarikan budaya adat jawa yang diperingati setiap tahun, juga sebagai sarana pariwisata untuk menjaring wisatawan baik lokal maupun nasional. Diharapkan dengan ritual larung sesaji ini ganasnya ombak di Pantai Serang tidak lagi memakan korban dan nelayan yang akan melaut juga mendapatkan hasil yang lebih banyak.

Makanan

1. Sego Pecel Mbok Bari

Di warung nasi pecel Mbok Bari 6 ini anda bisa mendapatkan nasi pecel dengan kombinasi daun singkong, tauge, bumbu pecel, dengan lauk tempe dan iwak peyek. Namun anda juga bisa menambah lauk lagi apabila menginginkan lauk yang lain, karena variasi lauk di warung mbok bari 6 ini ada banyak. Selain nasi pecel, anda juga bisa mendapatkan aneka maskan nusantara seperti urap, botok tawon dan masih banyak lagi.
Untuk 1 porsi nasi pecel mbok bari anda hanya akan mendapatkan 1 potong tempe goreng dan iwak peyek. Sedangkan apabila anda ingin menggunakan lauk yang lain, anda bisa mengambil sendiri. Jadi bisa dibilang warung ini semi prasmanan. Cocok untuk anda yang bingung apabila ingin merasakan kuliner khas Blitar dengan harga yang murah dan terjangkau.
2. Geti

Geti merupakan makanan kha blitar, yang terbuat dari kacang, wijen dan gula merah. Makanan ini biasanya sering muncul ketika Hari Raya namun sekarang sering disuguhkan waktu Hari Raya.
3. Wajik Klethik

Wajik adalah makanan yang sangat dikenal oleh masyarakat Jawa. Cara memotongnya juga biasa bentuk
segi empat dan segitiga. Dahulu pembuatan wajik identik dengan gula merah namun saat ini banyak wajik
 yang dibuat dengan gula putih dengan diberi pewarna makanan. Makanan yang terbuat dari beras ketan,
gula merah ini sering hadir dalam acara hajatan masyarakat. Namun Wajik Kletik mungkin adalah
sesuatu yang berbeda bagi anda yang bukan asli orang Blitar. Wajik klethik  adalah makanan khas
dari Blitar yang cukup dikenal. Rasa wajik ini manis dipadu dengan butiran beras ketan yang bunyi
 “klethik-klethik” waktu kita kunyah. Sehingga ini bunyi “klethik” ini menjadi alasan dinamakan wajik klethik.


Ciri Khas Blitar

1.Makam Plokamator Bung Karno
makam-sukarno-1

Makam Soekarno adalah kompleks pemakaman dari presiden pertama RI Indonesia yang sekaligus proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno. Makam ini merupakan makam dengan gaya arsitektur Jawa, dimana terdapat Joglo yang menjadi ciri khas utamanya.
Makam Soekarno terletak di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanawetan Kota Blitar. Komplek makam ini berdiri seluas 1,8 sejak Ir Soekarno wafat dan dimakamkan di sana. Pada tanggal 21 Juni 1970, kompleks makam ini untuk pertama kalinya dipugar. Dengan pemugaran itu pencitraan Makam Bung Karno sebagai ikon Kota Blitar semakin dikukuhkan. Ikon itulah yang mampu menyedot pengunjung berziarah di sana.
Sejak 2004, pengembangan kembali dilakukan dengan menambahkan bangunan baru yang menjadi satu kompleks dengan makam Bung Karno tersebut, yaitu Perpustakaan dan Museum Bung Karno. Tim arsiteknya diketuai oleh Pribadi Widodo dan Baskoro Tedjo dari Institut Teknologi Bandung.
Pintu masuk Makam ini dimulai dari jalanan yang menghubungkan perpustakaan yang berada di sisi selatan komplek makam hingga sampai pada gapura Agung yang menghadap ke selatan. Bangunan utama disebut dengan Cungkup Makam Bung Karno. Cungkup ini berbentuk bangunan Joglo, dan diberi nama Astono Mulyo. Diatas Makam diletakkan sebuah batu pualam hitam bertuliskan : "Disini dimakamkan Bung Karno Proklamator Kemerdekaan Dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Penyambung Lidah Rakyat Indonesia."


2.Terdapat Candi Penataran
candi-penataran
Candi Penataran, adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu yang telah ada sejak kerajaan Kediri dan digunakan sampai era kerajaan Majapahit.
Komplek candi Penataran ini merupakan komplek candi terbesar di Jawa Timur dan terletak di lereng barat daya Gunung Kelud. Terletak pada ketinggian 450 M dari permukaan laut, komplek candi Penataran ini terletak di desa Panataran, kecamatan Nglegok, Blitar.
Candi Penataran ditemukan pada tahun 1815, dan belum banyak dikenal sampai tahun 1850. Komplek candi ini ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang merupakan Letnan Gubernur Jendral pada masa kolonial Inggris di Indonesia pada waktu itu.
Raffles bersama-sama dengan Dr.Horsfield seorang ahli Ilmu Alam mengadakan kunjungan ke Candi Panataran, dan hasil kunjunganya dibukukan dalam buku yang berjudul "History of Java" yang terbit dalam dua jilid. Jejak Raffles ini di kemudian hari diikuti oleh para peneliti lain yaitu : J.Crawfurd seorang asisten residen di Yogyakarta, selanjutnya Van Meeteren Brouwer (1828), Junghun (1884), Jonathan Rigg (1848) dan N.W.Hoepermans yang pada tahun 1886 mengadakan inventarisasi di komplek candi Panataran.
Nama asli candi Penataran dipercaya adalah Candi Palah yang disebut dalam prasasti Palah, dan dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Çrnga (Syrenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa. Raja Çrnga memerintah kerajaan Kediri antara tahun 1190 - 1200, sebagai candi gunung untuk tempat upacara pemujaan agar dapat menetralisasi atau menghindari mara bahaya yang disebabkan oleh gunung Kelud yang sering meletus.

3.Terdapat Istana Gebang
http://blitar.info/wp-content/uploads/2015/06/istana-gebang.jpg


Istana Gebang atau lebih dikenal dengan sebutan Ndalem Gebang, merupakan rumah tempat tinggal orang tua Bung Karno. Istana ini bertempat di Jl. Sultan Agung 69. Di rumah ini pada setiap bulan Juni ramai didatangi pengunjung, baik dalam rangka peringatan hari ulang tahun Bung Karno maupun karena adanya kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemkot Blitar, seperti Grebeg Pancasila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar